Kamis, 25 September 2008

"Ucup Kelik" THE KING of PLESETAN

Sumber: Republika Online | Minggu, 28 Mei 2006

Berkumis tipis, berpeci hitam, dan senantiasa berjas lengkap. Jabatannya mentereng: wakil presiden. Dengan gaya yang penuh senyum dan celetukan yang kocak, inilah wakil presiden yang membuat kita terpingkal-pingkal. Jangan salah, dia ini bukan Bapak Wakil Presiden yang terhormat. Sang wakil presiden satu ini bernama Ucup Kelik. Dia adalah wakil presiden 'Republik BBM', sebuah program acara yang ditayangkan di stasiun televisi Indosiar.

Berkat peran sebagai wapres itu juga, nama Ucup Kelik --yang diberikan oleh Effendy Gazali dan merupakan hasil pelesetan juga-- mulai dikenal. ''Saya pernah shalat Jumat di Semarang. Ketika kita show di sana, semua tukang becak sama sopir taksi sudah nunggu. Saya pikir ada apa. Mereka cium tangan semua lho,'' ujar Raden Kelik Sumaryoto, nama lengkapnya.

Baginya, popularitas yang diraihnya tidak lantas membuatnya gamang. ''Orang populer sebetulnya adalah orang yang privasinya terganggu saja. Dan saya tidak begitu terganggu, karena orang tahunya saya itu umur 57 tahun. Tua. Itu keberhasilan permainan karakter.''

Untuk Kelik yang juga dikenal dengan nama Kelik Pelipur Lara, dunia melawak memang bukan hal baru. Dia sudah berada di atas pentas sejak di kelas 6 SD, saat dipercaya mengisi acara perpisahan sekolah. Di SMP, dia sudah tampil melawak secara solo. Tanpa perlu menunggu, gelar juara pun disabetnya. Kini, hari-hari Kelik diisi dengan kesibukan mencari ide untuk 'Republik BBM' bersama pakar komunikasi UI Dr Effendy Gazali, mengembangkan komunitas yang dibuatnya sendiri, dan menekuni dunia tulis-menulis.

Belum lama ini, Ucup Kelik berbincang dengan Burhanuddin Bella dan fotografer M Syakir yang sempat terkecoh melihat penampilannya yang berbeda. Kepada mereka, sang wapres Republik BBM berkisah. Berikut petikannya:

Bagaimana awalnya Anda ikut dalam 'Republik BBM'?

Effendy Gzzali adalah teman waktu lomba lawak di Jakarta, 1988. Terus ketemu lagi di Paski (Persatuan Seniman Komedi Indonesia) di Kartika Chandra, tahun kemarin. Di situ saya kasih buku saya yang kedua, judulnya Plesetan Republik Indonesia. Di situ sudah ada menteri-menterinya juga. Dari situ, mereka mungkin pelajari. Beberapa bulan, dia telepon saya, `'Ini ada acara baru.'' Saya bilang, susah nih waktunya. Episode 4, kalau tidak 5, saya baru bisa. Jadi, waktu dia telepon, saya oke. Saya sendiri mengharapkan jadi wapres. Kaget semua. Saya datang lengkap dengan alis-alisnya, kumis, kacamata, jas, sudah saya siapkan semua. Tinggal jalan. Alhamdulillah, itu jadi satu kekuatan tersendiri. Dari situ, orang dalam (Indosiar), bilang, `'Ini pokoknya tidak boleh diganti.'' Ya, terima kasih.

Apakah konsep 'Republik BBM' sama dengan yang di buku Anda?

(Di buku) saya sudah foto gambar presiden, ada merah putihnya. Tapi, saya nggak seperti Ucup Kelik. Ada beberapa menteri. Yang jelas, situ ada BUSS (Partai Urusan Selebritis Sejahtera). Ada menteri-menterinya. Menteri Kehutanan, Tarsan. Semua ada. Kejelian saya menulis itu menjadi dasar pemikiran dia, saya nggak ngerti. Terlepas ya atau tidak, saya awalnya itu.

Begitu diajak, Anda kok siap benar memerankan wapres?

Mereka kaget aja, karena tidak terpikirkan saya sesiap itu. Tapi, sebelumnya kan saya juga sudah meniru lainnya. Seperti waktu kecil, (meniru) Gepeng saya mampu, Tarsan saya bisa, Gito Rollies pun sampai sekarang masih mampu untuk menyanyikan, sampai gaya dengan lirik-lirik dan kostumnya. Terakhir saya malah niru Aa Gym. Mungkin orang tahu setelah Ucup Kelik itu.

Sebelum ditayangkan, apakah ada rembukan konsep apa yang akan disampaikan?

Jam 4, saya selalu sama Effendy bikin datanya, konsep apa yang mau diangkat. Kalau peran, sebagian di Indosiar. Kita sampai sana jam 7, dikombinasikan dengan materi dari Indosiar. Soalnya, up-dating kalau dia yang bikin, belum tentu sama dengan keinginan kita.

Saat ditawari, apakah tidak khawatir ini akan timbul masalah?

Kalau masalah sih, tergantung kacamatanya. Orang kalau melihat sesuatu dengan kacamata negatif, semua bisa ada kekurangannya. Karena apa? Karena masyarakat kita, kalau melihat kebijakan pemerintah selalu berpikir pada kekurangannya. Karena sudah ditanam dari kecil. Waktu SD, SMP, kita kalau terima rapor yang ditanyai selalu angka merah berapa. Tidak pernah sembilannya berapa, delapannya berapa. Itu tertanam dari kecil. Itu yang membuat sampai sekarang seperti itu. Jadi masyarakat kita, (cenderung) ada ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Yang dicarikan kan rapor merahnya.

`'Aku tergolong cowok supel alias suka pelesetan,'' ucapnya. Humor dan pelesetan memang hal yang sudah diakrabi bungsu dari sembilan bersaudara pasangan HRA Santoso dan Sumilah ini sejak kecil. ''Saya lahir sudah di atmosfer pelesetan,'' uja pria yang mengaku lahir pas Hari Pramuka pada 1967.

Bagi Kelik, humor dan pelesetan adalah bahasa yang paling mudah untuk disampaikan dan diterima oleh masyarakat. Bahkan, dia berani mengatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menertawakan dirinya sendiri. Berkat pelesetan itu juga, Kelik telah menghasilkan sebuah buku berjudul Plesetan dengan Kau. Judul buku pertama ini juga hasil pelesetan. ''Itu karena ada di Jakarta istilah persetan dengan kau.'' Ternyata, hasilnya tidak mengecewakan sehingga lahir buku kedua Plesetan Republik Indonesia dan yang sedang dipersiapkan adalah Please, Edan (dibaca plesedan).

Republik BBM pernah dikabarkan akan dilarang. Bagaimana ceritanya?

Isu itu berkembang dengan tiba-tiba bahwa (acara) ini distop. Kita tidak masalah. Saya bilang pada teman-teman bahwa di dunia ini tidak ada yang abadi. Yang abadi cuma toko kaca, Toko Kaca Abadi ha ha. Jadi, kalau distop tidak masalah. Permasalahannya yang nyetop siapa, itu yang harus diverifikasi. Isu yang berkembang, katanya Wapres. Kita lacak. Kita tanya staf ahli, nggak, dia tidak mengatakan seperti itu. Karena mungkin juga beliau tidak merasa mengatakan seperti itu, maka terjadilah pertemuan itu.

Bagaimana perasaan Anda saat bertemu Wapres?

Oh, ya, semuanya sama. Bohong deh. Kalau ketemu orang kayak gitu, tetap ada rasa. Minimal kita menghormati kok. Ketika kita bersikap menghormati disangkanya grogi. Bagaimana pun juga, beliau itu adalah pilihan langsung. Kita harus hargai. Satu, saya harus menghormati orang tua. Kedua, dia orang nomor dua di Indonesia yang dipilih langsung. Begitu masuk, kita ketemu, cair. Cukup smart. Dia tanya, `'Teman saya mana?'' Saya, Pak. `'Kumisnya mana?''

Dia juga tanya, `'Ada yang mau disampaikan?'' Saya sampaikan bahwa sebelumnya saya minta maaf kalau ada penampilan saya yang tidak berkenan pada bapak. Terus gini Pak, kalau saya pribadi, 'Republik BBM' itu hanya sebatas sebuah media demokrasi saja, bukan media demo-crazy, demo yang gila-gilaan. Beliau ketawa. Ternyata, beliau juga tidak senang dengan sadisme. Bahkan, saya sempat menanyakan juga suka dukanya jadi Wapres.

Ada bahan yang Anda dapatkan dari pertemuan itu?

Banyak, banyak sekali. Sebelumnya juga, beberapa stafnya sebelum beliau hadir di pertemuan itu, sempat nyeletuk, `'Duduknya aja sudah sama seperti Bapak. Cara duduknya sudah sama.'' Minimal kita tahu betul bahwa ternyata orang nomor dua punya sikap. Punya ciri khas sendiri dan smart, bisa jaga wibawa, punya kharisma.

Anda sebelumnya kan tidak pernah bertemu Jusuf Kalla. Bagaimana Anda bisa meniru gayanya?

Hanya di televisi dan melihat beberapa berita di koran. Tadinya sampai bahasanya saya juga persis, tapi kayaknya kita nggak enak kalau itu. Tetap dengan gaya saya saja, karena itu sudah cukup. Bahkan, dengan nada agak Jawa kan lebih lugas, lebih luwes.

Bagaimana Anda menemukan ide-ide baru?

Saya bergaul tidak pandang bulu. Saya berpikir bahwa kuliah itu di mana saja, tidak hanya di kampus. Sama tukang becak, ada yang kritis juga. Pergaulan itu menambah wawasan kita. Karena saya yakin itu akan menjadi investasi saya ke depan. Selain itu, saya juga membuat kliping berita-berita. Itu dari kecil. Otomatis saya baca. Di rumah saya penuh koran, karena saya percaya bahwa kacamata koran akan berbeda dalam menyikapi masalah. Taruhlah satu kasus, koran satu dan lain menulisnya pasti beda. Dari situ saya baca semua, baru saya buat formulasi sendiri. Saya juga masih suka menulis di koran.

Sampai berapa lama 'Republik BBM'?

Sampai tidak dilarang. Sampai jumpa lagi aja jawabannya. Kalau penonton sudah bosan, ya kita tidak boleh maksain. Tapi, bosan dan tidaknya tergantung bagaimana kita memelihara, mengeksplorasi acara itu tetap menarik. Karena kita dituntut betul kreativitasnya. Sekarang lagi digemari, ya kita pertahankan betul.

Satu ketika, Kelik berangkat Jakarta dan singgah ke tempat saudaranya untuk bersilaturahmi. Rupanya, ia disodori baju cleaning service. ''Saya disangka mau cari kerjaan. Karena cuma lulusan SMA, saya dikasih baju itu.'' Kelik menampik tawaran itu. Dia mengaku hanya menjalankan amanat ibunya untuk mampir dan berniat silaturahmi. Padahal, ketika itu Kelik sudah bekerja di Radio SK. Keinginan kuliah ketika itu terpaksa terhenti lantaran faktor biaya. ''Saya anak ke-9 dari 9 bersaudara. Kakak saya sarjana semua. Saya menyadari, saat itu memang biaya sudah mulai menipis, orang tua mulai kasihan.'' Dia hanya yakin satu hal. ''Saya yakin jalan hidup orang sendiri-sendiri. Ternyata terbukti.''

Apakah aktivitas Anda makin banyak setelah 'Republik BBM'?

Cukup sibuk. Tapi, saya kan memiliki komunitas di Yogya yang saya bikin sendiri. Namanya ELBEHA, Lembaga Bantuan Humor. Itu saya bikin 1997. Kita pentas tiga bulan sekali di Yogya. Alhamdulillah, dengan tiket Rp 20.000-Rp 25.000 dipadati 2.000-2.500 penonton. Dan saya selalu menjadi penulis naskah, sekaligus sutradalang.

Kenapa sutradalang?

Supaya tidak sama. Saya juga main, tapi tidak begitu banyak. Karya-karya yang kita gelar banyak sekali. Kalau di Jakarta ada Who want to be a millionaire, saya bikin Who want to be a pesinden. Di Yogya, ada audisi AFI, di sebelahnya bikin AFI juga, Akademi Frustasi Indonesia. Ada Kontes Dangdut Indonesia TPI, sebelahnya saya bikin Pentas Dagelan Indonesia. Sampai kemarin kita pelesetkan gambarnya (program) Uang Kaget. Saya sampai dikejar-kejar Helmy (Yahya), minta rekamannya. Saya kasih. Acara-acara Uang Kaget itu saya pwlesetkan betul, sampai Helmy terpingkal-pingkal.

Anda merasa punya bakat melawak?

Oh, ya, ini pilihan hidup. Lomba lawak itu sebuah prestasi yang dipertaruhkan seperti halnya kita mendaftar di perguruan tinggi.

Anda tidak pernah terpikir untuk kuliah?

Makanya, ketika kakak saya pada kuliah, sempat ragu dengan proses perjalanan saya. Itu wajar. Tapi, saya tunjukkan bahwa saya mampu. Dunia itu (lawak) tidak jelek, kok. Melawak itu sulit. Perlu wawasan yang luas. Waktu setahun kerja di Jakarta (Radio SK), sempat juga menjadi dilematis. Tapi, saya merasa bahwa hidup tidak hanya itu. Perlu relasi, pergaulan. Tapi, akan lebih baik kalau juga kuliah. Setiap dulu saya gajian, separuh gaji saya, pasti saya belikan buku. Jadi, saya menang di buku aja. Itu sampai sekarang. Sampai banyak yang tidak percaya saya cuma S3 (SD, SMP, SMA).

Sampai kapan melawak seperti ini?

Ya, sampai orang masih mau aja. Saya juga sekarang mencoba belajar bisnis yang lain.

Tapi, Anda kok masih sendiri?

STMJ, sudah tua masih jomblo ha ha. Ya, harus dipikirkan. Lupa. Di samping kondisi, karena saya anak ke-9 dari 9 bersaudara, dulu itu mau pacaran takut, karena kakak belum, nggak enak. Padahal itu salah. © 2006 Hak Cipta oleh Republika Online

Tidak ada komentar: